Ramadhan sungguh bulan yang beda dengan bulan-bulan lainnya. Ramadhan menjadi bulan yang penuh berkah dan kebersamaan. Dimulai dari berkah dan kebersamaan makan Sahur pagi-pagi, berkah dan kebersamaan merasakan lapar dahaga sebagaimana kaum-kaum kurang berpunya rasakan, berkah dan kebersamaan memakmurkan masjid melalui Shalat Tarawih berjamaah, berkah dan kebersamaan menunggu bedug Maghrib untuk berbuka puasa, hingga berkah dan kebersamaan menyambut hingga merayakan hari raya. Melalui momentum-momentum itulah Ramadhan hadir dan diharapkan akan terus melekat sebagai penuntun laku kita dibulan-bulan lain diluar Ramadhan. Aku merasakan betul nuansa Ramadhan ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Seperti aku merasakan perbedaan Ramadhan kali ini dengan Ramadhan beberapa tahun silam ketika aku masih duduk dibangku kuliah, meskipun sekarang predikat mahasiswa masih melekat, namun kali ini aku menghabiskan bulan Ramadhan di rumah. Aku tak merasakan lagi Ramadhan di Jogja bersama sahabat-sahabat kuliahku seperti dulu. Tak merasakan lagi mencari-cari menu Sahur diluar, tak merasakan kesibukan kuliah hingga rasanya tak kuat lagi menahan lapar dahaga hingga buka nanti, tak merasakan kebingungan mencari makanan buka, dan tak merasakan nikmatnya buka bersama sahabat-sahabat di tempat-tempat yang meski kami capai dulu berjam-jam serta tak menemui tokoh-tokoh nasional dan pejabat penting negeri ini berkhutbah dimimbar Shalat Tarawih masjid-masjid besar di Jogja. Semua terasa indah dikenang. Terlepas dari kenangan indah Ramadhan di Jogja, momentum Ramadhan tetap saja indah, dimanapun berada, seperti yang kurasakan sekarang, menghabiskan bulan Ramadhan ditengah-tengah keluarga. Menjalani rutinitas Ramadhan: Sahur, Puasa, Shalat, Berbuka, Tarawih di rumah keluarga kami di Desa, persis bertahun-tahun silam ketika aku kecil dulu. Menanti hari fitri tiba dengan suka cita. Dulu, kami kawanan anak kecil merayakan hari-hari puasa dengan bermain petasan, meriam bambu, bom karbit, main layang-layang diterik matahari hingga menggosongkan kulit kami, berenang di sungai, tidur di mushala, berebut mikrofon untuk mengumandangkan adzan, bermain bedug, keliling desa sebelah dengan sepeda hingga senja datang. Tak sadar rasanya kecerian masa kecil itu telah hilang ditelan usiaku yang mulai menginjak dewasa, sudah bukan eranya main-main kini. Dan sekarang hari yang kita nantikan akan segera tiba, Idul Fitri nan Bahagia datang dengan mengesankan. Pergulatan kita menahan goda selama sebulan Puasa dengan segala Ibadah yang mengiringinya akan segera berakhir, haru tentunya berpisah dengan Ramadhan ini. Namun, Allah menghadirkan waktu yang terus berputar, yang pasti kita harus senantiasa mengisinya dengan hal-hal baik dan menjauhi hal-hal yang kurang baik. Semoga kita senantiasa melekatkan makna Ramadhan dalam hati, sebagai bekal mengisi hari-hari di 11 bulan berikutnya hingga bertemu Ramadhan depan, amin.