Langit sore Jogja kala senja. Di penghabisan siang tahun 1429 H senja tampak memerahkan pandangan. Sayup-sayup adzan Maghrib menggema, setahun terlewati sudah, esok tahun baru 1930 H datang. Islam mengajarkan hidup sederhana namun penuh makna. Mungkin itulah yang menyebabkan banyak Muslim tidak seheboh merayakan pergantian tahun masehi. Senja datang, sebagian orang di Jogja sibuk melakukan ritual mereka, mereka menyebut malam satu Suro. Banyak sekali tempat-tempat yang mereka pilih untuk melewati malam bertuah itu. Pada kesempatan yang sama malam itu, bersama teman-teman aku melewati pergantian tahun baru Hijriah itu di kawasan pantai Depok. Perjalanan malam kami mulai pukul 10 menuju pantai. Jalanan terasa padat, sepanjang jalan banyak pergelaran wayang kulit menyambut malam satu Suro. Memasuki kawasan pantai Parangtritis kami mengambil jalur kebarat menuju pantai Depok yang relatif lebih sepi dibandingkan dengan pantai Parangtritis menjelang malam satu Suro itu. Sesampainya kami disana, pandangan kami dimanjakan dengan hujan bintang-bintang, indah sekali. Sesekali kami diguyur gerimis kecil. Jam 00.00 terlewati sudah, menandakan kami memasuki tahun baru 1430 H. Esok pastinya harus lebih baik, harus mampu mendekatkan diri dengan Sang Maha Besar. Menjelang subuh kami memutuskan untuk menembus kabut menuju Jogja.