Waktu memang mahal. Mahalnya waktu dan kesempatan mampu memberikan banyak pelajaran hidup di stase ini. Komunitas, keluarga dan gerontik. Seseorang dianggap capable memimpin adalah seseorang yang dewasa dan mampu mengorganisir dan menyelesaikan masalah dengan bijaksana, dan aku mendapat kesempatan untuk itu. Meskipun akhirnya membuktikan bahwa aku ”gagal berkolaborasi dengan mereka”, kegagalan itu bukan berarti aku gagal menjalankan tugas berat itu. Aku gagal menjadi pengikut orang-orang dengn kerja yang santai. Akhirnya aku dinobatkan sebagia seorang perfecsionis yng diktator namun disiplin dn bervisi luas. Aku bener-bener merasa sendiri untuk hal-hal yang sebenernya aku butuh partner menjalankan program di stase ini. Beruntung akhirny kami mampu melaluinya. Kami mampu merobah hal yang susah menjadi mudah. Aku pun belajar banyak dari stase ini, belajar bagimana menjadi ketua yang punya prinsip namun tidak mengorbankan wewenang partner meski akhirnya kerja mereka tak digunakan setidaknya ada penghargaan untuk mereka. Sadar memang terkadang datng belakang mengiring penyesalan kawan, sekarang stsae itu tlah berlalu. Tak perlu kita sesalkan betapa parahnya kelompok kita itu awalnya meski diakhirnya kita mampu lewati masa kekompakan kita. Kita kenang betapa susahnya pembimbingan, kita diacuhkan masyarakat, betapa susahnya kita pinjam gedung, betapa riewehnya mengurus konsumsi, betapa beratnya layar lcd, betapa ngantuknya bikin presentasi dan betapa sakitny ditolak. Akhirny kita sadar bahwa pembinaan masyarakat tidak bisa instant, pelan namun pasti. Namun dibalik semua itu kekeluargaan kita di dukuh, kampus dan puskesmas terbangun kuat. Terbukti kesedihan mampu kita ciptakan ketika malam perpisahan itu. Dua bulan yang penuh arti di dukuh itu. (KKN, pendidikan profesi, koass stase mati-matian)