12 Juli 2006 kami berlima (Heri, Eriec, Anggoro, Samsul dan Bowo) memutuskan untuk menempati satu rumah bersama-sama di bilangan Kadipiro, 10 menit dari pusat kota Jogja. Dirumah berlantai dua yang nyaman, rumah yang akan kami singgahi untuk untuk berteduh dikala hujan dan terik panas matahari. Kami berlima adalah teman satu jurusan di kampus. Awalnya kami merasa canggung tinggal disana, kami memiliki banyak tetangga baru di kanan dan kiri rumah kami. Kami berusaha keras beradaptasi, hingga kami menemukan keakraban. Rumah kami semakin ramai menjadi tempat berkumpul, ramai sekali. Rumah kami menjadi base camp dalam segala kegiatan kami baik kuliah ataupun main-main. Rumah yang memberikan banyak sekali kebebasan bagi kami. Rumah yang menumbuhkan cinta, rumah yang menciptakan persahabatan, rumah yang memberikan banyak inspirasi. Namun tak jarang pula rumah itu menyuburkan sifat
malas kami, permusuhan dan ketakutan tak terkira. Banyak sekali hal aneh dan lucu disana. Hampir 3 tahun kami menghuni rumah yang nyaman itu, dan selama tiga tahun itu pula telah terjadi beberapa pergantian penghuni. bersama Eriec dan Anggoro, Aku adalah penghuni terlama, hampir tiga tahun. Tahun pertama sungguh sangat berat, mengawali hidup dalam satu rumah bersama teman-teman yang jahilnya minta ampun. Tahun kedua hubungan dengan mereka mulai terasa dekat, begitu juga tahun ketiga. Meskipun banyak sekali kejailan-kejailan dan kejahatan teman-teman. Aku merasakan kehangatan tinggal dalam satu rumah bersama sahabat-sahabat, rumah kami menjadi payung bagi kami manakala kami sedih, menjadi ruang kelas kedua bagi kami, banyak sekali prestasi-prestasi besar berawal disana. Persahabatan yang solid berawal dirumah kami, rumah kami menjadi tempat kami tertawa terbahak-bahak, rumah kami menjadi tempat penuh hiburan. Kami selalu menghabiskan malam dengan minum kopi, main kartu, bernyanyi, bercerita dan banyak lagi moment penting tercipta disana. Hingga rumah itu seperti tempat naungan kami satui-satunya untuk
meluapkan segala rasa selama kami tinggal di Jogja. Tahun-tahun berganti, demikian kedaan kami disana, tahun-tahun kuliah hampir berakhir, kami disibukkan dengan urusan kuliah atau apalah yang membuat persahabatan kami menjadi renggang. Satu, dua, tiga dan hari-hari seterusnya rumah kami menjadi sepi tak ramai seperti dulu. Satu penghuni pergi, dan kami tinggal bertiga, Satu penghuni lagi jarang pulang, rasanya kami tinggal berdua, dan akhir-akhir ini satu penghuni terlalu sibuk, dan aku, aku hanya sendiri, tak berteman dirumah itu. Awalnya aku merasa biasa saja, masih ada Yudi (Alm.) sahabat terbaikku. Namun, Tuhan memanggilnya, ia pergi, itu karena Tuhan sayang dia tentunya. Tentu kehilangan yang tak tergantikan. Keadaan rumah kamipun menjadi-jadi, sepi, sepi sekali. Akh rasanya suasana rumah yang dulu telah hilang. Tiada lagi canda dan tawa seperti dulu. Kejenuhan perlahan menyerangku tak terkirakan, hingga 1 Juli 2009 aku memutuskan utnuk meninggalkan rumahku yang nyaman itu, rumah yang penuh inspirasi. Sedih sekali rasanya, 3 tahun
yang mempesona. Kini tiada lagi teriakan, tawa terbahak-bahak seperti tetangga sebelah, tiada lagi suara piano, tiada lagi nasi kuning, tiada lagi burjo, tiada lagi donat dan sate, serta tiada lagi pedagang baso yang mengetuk mangkuk puluhan kali. Kangen pastinya, selamat tinggal rumah penuh inspirasi, suasanamu akan terus teringat.
|
0 Responses to selamat tinggal rumah penuh inspirasiku
Something to say?