Apa jadinya kalo Malioboro di Jogja gak ada kehidupan? Ya sudut ter-ramai di kota budaya, kota pelajar dan kota terindah di Indonesia yang sudah tersohor kepenjuru dunia itu, Senin 31 Maret 2008 geliat Malioboro yang memiliki banyak keunikan mulai dari jalan searah terpadat di Indonesia, pedagang kaki lima yang konon membayar pajak paling mahal di Indonesia, yang menghubungkan gunung Merapi dengan pantai selatan dimana ditengahnya ada Kraton Ngayojokarto Hadiningrat itu kemarin mati. Pedagang kaki lima yang menjadi ciri khas Malioboro, berdemo. Meminta agar Sinuwun (Sri Sultan Hamengku Buwono X) tetap menjadi gubernur dan Sri Paduka Paku Alam IX menjadi wakil gubernur dengan menolak dilakukan pemilihan gubernur. Sungguh Yogyakarta sangat Istimewa, dimana daerah-daerah lain di Indonesia kursi kepemimpinan diperebutkan, namun di Yogyakarta berbeda. Kharisma Kraton memang selalu ada dan tertanam erat di masyarakat Yogyakarta. Suasana Maloboro yang beda kulihat tadi malam, dimana sepanjang jalan Malioboro mulai dari ujung jalan Pasar Kembang sampai dengan ujung jalan Jend. A. Yani (kawasan 0 km.) sepi dari geliat biasanya. Mungkin banyak wisatawan domestik maupun manca negara kecewa, disaat gencar-gencarnya program kementerian pariwisata Indonesia melalui visit Indonesia year 2008, wisatawan datang ke-Jogja sebagai daerah tujuan wisata, namun ketika hendak berkunjung ke pusat pariwisata itu sendiri malah mendapati suasana beda. Akupun demikian, ketika hendak mencari sesuatu disana alih-alih mendapatkannya tapi Malioboro sepi dan tutup. Yah semoga geliat Malioboro akan kembali seperti sedia kala. Perjalanan malam itu aku alihkan menuju pusat art Jawa di M Batik, mengobati kekecewaan di Malioboro dengan menikmati keindahan dan kekayaan ragam budaya Jawa dalam bentuk seni.